KATA
PENGANTAR
Segala
puji syukur bagi Allah SWT yang
mana telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penyusun mampu
menyelesaikan makalah yang berjudul
“Tuberculosis Paru-Paru”, makalah ini disusun berdasarkan tugas Keperawatan
Dewasa I.
Besar
harapan penyusun, setelah membaca dan mempelajari makalah ini dapat memiliki
kemampuan dalam memahami asuhan keperawatan hernia inguinale sebagai
pengembangan ilmu keperawatan dan meningkatkan kemampuan berpikir perawat. Penyusun
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
nasehat dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Atas
tersusunnya makalah ini penyusun ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penyusun dan pembaca makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I PEMBAHASAN............................................................................... 1
A.
Pengertian........................................................................................... 1
B.
Klasifikasi Tuberculosis...................................................................... 2
C.
Etiologi............................................................................................... 5
D.
Tanda dan Gejala................................................................................ 8
E.
Concept Map Keperawatan ............................................................... 9
F.
Farmakologi........................................................................................ 12
G. Pemeriksaan Diagnostik..................................................................... 17
H. Penatalaksanaan.................................................................................. 20
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN............................................................. 22
A.
Pengkajian.......................................................................................... 22
B. Diagnosa ........................................................................................... 27
C.
Intervensi Keperawatan...................................................................... 28
BAB III PENUTUP......................................................................................... 33
A.
Kesimpulan......................................................................................... 33
B.
Saran................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tuberculosis
(TB) adalah penyakit akibat kuman mycobakterium tuberkulosis sistemis sehingga
dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya
merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansyur, 2000)
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkin paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Brunner dan Suddat, 2003: hal 584).
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi saluran napas bagian bawah yang menyerang jaringan paru atau atau parinkin paru oleh basil mycobakterium tuberkulosis, dapat mengenai hampir semua organ tubuh (meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe, dll) dengan lokasi terbanyak diparu, yang biasanya merupakan lokasi primer.
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah karena sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon, sedangkan batuk darah (hemoptisis) adalah salah satu manifestasi yang diakibatkannya. Darah atau dahak berdarah yang dibatukkan berasal dari saluran pernafasan bagian bawah yaitu mulai dari glottis kearah distal, batuk darah akan berhenti sendiri jika asal robekan pembuluh darah tidak luas, sehingga penutupan luka dengan cepat terjadi.
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkin paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Brunner dan Suddat, 2003: hal 584).
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi saluran napas bagian bawah yang menyerang jaringan paru atau atau parinkin paru oleh basil mycobakterium tuberkulosis, dapat mengenai hampir semua organ tubuh (meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe, dll) dengan lokasi terbanyak diparu, yang biasanya merupakan lokasi primer.
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah karena sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon, sedangkan batuk darah (hemoptisis) adalah salah satu manifestasi yang diakibatkannya. Darah atau dahak berdarah yang dibatukkan berasal dari saluran pernafasan bagian bawah yaitu mulai dari glottis kearah distal, batuk darah akan berhenti sendiri jika asal robekan pembuluh darah tidak luas, sehingga penutupan luka dengan cepat terjadi.
A.
Klasifikasi
Tuberculosis
Menurut Dep.Kes (2003), klasifikasi TB Paru
dibedakan atas :
1.
Berdasarkan organ yang terinvasi
a. TB
Paru adalah tuberkulosis
yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan
hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2, yaitu :
1)
TB Paru BTA Positif
Disebut TB Paru BTA (+) apabila
sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu) hasilnya
positif, atau 1 spesimen dahak SPS positif disertai pemeriksaan radiologi paru
menunjukan gambaran TB aktif.
2)
TB Paru BTA Negatif
Apabila dalam 3 pemeriksaan spesimen dahak
SPS BTA negatif dan pemeriksaan radiologi dada menunjukan gambaran TB aktif. TB
Paru dengan BTA (-) dan gambaran radiologi positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan,
bila menunjukan keparahan yakni kerusakan luas dianggap berat.
b. TB
ekstra paru yaitu
tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing dan alat kelamin. TB ekstra paru dibagi
berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya yaitu :
1)
TB ekstra paru ringan yang menyerang kelenjar limfe,
pleura, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal
2) TB
ekstra paru berat seperti meningitis, pericarditis, peritonitis, TB tulang
belakang, TB saluran kencing dan alat kelamin.
2. Berdasarkan Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan
riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita :
a.
Kasus baru adalah penderita yang belum pernah
diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
kurang dari satu bulan.
b. Kambuh
(relaps) adalah
penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan dan telah dinyatakan
sembuh, kemudian kembali berobat dengan hasil pemeriksaan BTA positif.
c. Pindahan
(transfer in) yaitu
penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain kemudian
pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa
surat rujukan/pindah.
d.
Kasus berobat setelah lalai (default/drop out) adalah
penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan atau lebih dan berhenti 2
bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat.
Dari
sistem lama diketahui beberapa klasifikasi seperti :
a. Pembagian
secara patologis :
1) Tuberculosis
primer ( Child hood tuberculosis )
2) Tuberculosis
post primer ( Adult tuberculosis )
b. Pembagian
secara aktifitas radiologis :
1) Tuberculosis
paru ( Koch pulmonal ) aktif, non aktif dan quiesent ( batuk aktif yang mulai
sembuh )
c. Pembagian
secara radiologis ( Luas lesi )
1)
Tuberculosis minimal
Terdapat
sebagian kecil infiltrat non kapitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi
jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
·
Moderateli advanced tuberculosis
Ada kapitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru.
Ada kapitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru.
For advanced
tuberculosis
Terdapat infiltrat dan kapitas yang melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.
Terdapat infiltrat dan kapitas yang melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.
Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada
tahun 1974 American Thorasic Society memberikan klasifikasi baru:
a.
Kategori O : tidak pernah terpajan dan tidak
terinfeksi, riwayat kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif.
b.
Kategori I : Terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti
adanya infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
c.
Kategori II : Terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit
d.
Kategori III : terinfeksi tuberculosis dan sakit.
Klasifikasi yang sering dipakai di Indonesia
adalah berdasarkan kelainan klinis, radiolis dan mikrobiologis.
a. Tubercolosis
paru
b.
Bekas tuberculosis paru
c.
Tuberculosis paru tersangka
·
Tuberculosis paru yang terobati. Disini sputum
BTA ( negatif ) tetapi tanda-tanda lain positif .
·
Tuberculosis paru tersangka yang tidak diobati.Disini
sputum negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan.
Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis
menjadi 4 kategori :
a. Kategori
I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan
batuk TB berat.
b.
Kategori II : ditujukan terhadap kasus kambuh
dan kasus gagal dengan sputum BTA positf
c.
Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA
negatif dengan kelainan paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain
dari yang disebut dalam kategori I.
d.
Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.
PERBEDAAN TB ANAK DAN DEWASA
1.
TB anak lokasinya pada setiap bagian paru, sedangkan
pada dewasa di daerah apeks dan infra klavikuler
2.
Terjadi pembesaran kelenjar limfe regional sedangkan
pada dewasa tanpa pembesaran kelenjar limfe regional
3.
Penyembuhan dengan perkapuran sedangkan pada dewasa
dengan fibrosis
4.
Lebih banyak terjadi penyebaran hematogen, pada dewasa
jarang
A.
Etiologi
Penyakit TB Paru disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat
khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula
sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan
lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama
beberapa tahun.
Sumber penularan adalah penderita TB BTA
positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat
bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi
kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB
masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah,
sistem saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-bagian
tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan
dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak
menular.
Agens infeksius utama,
mycobakterium tuberkulosis adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan
lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultra violet, dengan ukuran
panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 – 0,6/um. Yang tergolong kuman mycobakterium
tuberkulosis complex adalah:
1. Mycobakterium
tuberculosis
2. Varian
asian
3. Varian
african I
4. Varian
asfrican II
5. Mycobakterium
bovis
Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan
mycobakterial othetan Tb (mott, atipyeal) adalah :
1.
Mycobacterium cansasli
2.
Mycobacterium avium
3.
Mycobacterium intra celulase
4.
Mycobacterium scrofulaceum
5.
Mycobacterium malma cerse
6.
Mycobacterium xenopi
Sebagaimana telah diketahui,
TBC paru disebabkan oleh basil TB (Mycobacterium tuberculosis humanis). M.
tuberculosis termasuk familie Mycobacteriaceae yang mempunyai berbagai genus,
satu di antaranya adalah Mycobacterium, yang salah satu speciesnya adalah M.
tuberculosis.M. tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah type
humanis (kemungkinan infeksi type bovinus saat ini diabaikan, setelah higiene
peternakan makin ditingkatkan).
Basil TB mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam, sifat ini dimanfaatkan oleh Robert Koch untuk mewarnai secara khusus. Oleh karena itu, kuman ini disebut pula Basil Tahan Asam (BTA). Karena sebetulnya Mycobacterium pada umumnya tahan asam, secara teoritis BTA belum tentu identik dengan basil TB. Tetapi karena dalam keadaan normal penyakit paru yang disebabkan oleh Mycobacterium lain (y.i. M. atipik) jarang sekali ditemukan, dalam praktek BTA dianggap identik dengan basil TB.
Basil TB mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam, sifat ini dimanfaatkan oleh Robert Koch untuk mewarnai secara khusus. Oleh karena itu, kuman ini disebut pula Basil Tahan Asam (BTA). Karena sebetulnya Mycobacterium pada umumnya tahan asam, secara teoritis BTA belum tentu identik dengan basil TB. Tetapi karena dalam keadaan normal penyakit paru yang disebabkan oleh Mycobacterium lain (y.i. M. atipik) jarang sekali ditemukan, dalam praktek BTA dianggap identik dengan basil TB.
Di negara dengan prevalensi AIDS/infeksi HIV
yang tinggi, penyakit paru yang disebabkan M. atipic (=Mycobacteriosis) makin
sering ditemukan, sehingga dalam kondisi seperti ini, perlu sekali diwaspadai
bahwa BTA belum tentu harus identik dengan basil TB. Malahan mungkin saja BTA
belum tentu harus identik dengan basil TB, mungkin saja BTA yang ditemukan
adalah M. atipic yang menjadi penyebab Mycobacteriosis.
Kalau untuk bakteri-bakteri
lain hanya diperlukan beberapa menit sampai 20 menit untuk mitosis, basil TB
memerlukan waktu 12 sampai 24 jam. Hal ini memungkinkan pemberian obat secara
intermiten (2 – 3 hari sekali).
Basil TB sangat rentan terhadap sinar
matahari, sehingga dalam beberapa menit saja akan mati. Ternyata kerentanan ini
terutama terhadap gelombang cahaya ultraviolet. Basil TB juga rentan terhadap
panas-basah, sehingga dalam 2 menit saja basil TB yang berada dalam lingkungan
basah sudah akan mati bila terkena air bersuhu 1000 C. basil TB juga akan
terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alkohol 70%, atau lisol 5%.
Faktor-faktor yang
menyebabkan seseorang terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis :
1.
Herediter: resistensi seseorang terhadap infeksi
kemungkinan diturunkan secara
genetik.
2.
Jenis kelamin: pada akhir masa kanak-kanak dan remaja,
angka kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan.
3.
Usia : pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat
tinggi.
4.
Pada masa puber dan remaja dimana masa pertumbuhan yang
cepat, kemungkinan infeksi cukup tingggi karena diit
yang tidak adekuat.
5.
Keadaan stress: situasi yang penuh stress (injury atau
penyakit, kurang nutrisi, stress emosional, kelelahan yang kronik)
6.
Meningkatnya sekresi steroid adrenal yang menekan
reaksi inflamasi dan memudahkan
untuk penyebarluasan infeksi.
7.
Anak yang mendapat terapi kortikosteroid kemungkinan
terinfeksi lebih mudah.
8.
Nutrisi ; status nutrisi kurang
9.
Infeksi berulang : HIV, Measles, pertusis.
10. Tidak
mematuhi aturan pengobatan.
A.
Tanda
dan Gejala
Gejala utama TB paru adalah batuk lebih
dari 4 minggu, dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam derajat rendah, anorexia,
berkeringat malam hari, nyeri dada, anemia dan batuk darah. Pasien dengan TB
paru menampakkan gejala klinis antara lain tahap asimptomatis, gejala TB paru
yang khas, kemudian stagnasi dan regresi, eksaserbasi yang memburuk, gejala
yang berulang dan menjadi kronik. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
tanda-tanda antara lain tanda-tanda infiltrat ( redup, ronkhi basa, bronkhial
dll), tanda-tanda penarikan paru dan mediastinum, secret disaluran nafas dan
ronkhi, suara nafas amforik karena adanya kafitas yang berhubungan langsung
dengan bronkus.
Diagnosa TB berdasarkan gejala/manifestasi klinis dibagi menjadi 3, diantaranya:
Diagnosa TB berdasarkan gejala/manifestasi klinis dibagi menjadi 3, diantaranya:
1. Gejala
respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling
dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat
non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan
jaringan.
b. Batuk
darah
Darah yang dikeluarkan dalam
dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak,
gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi
karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari
besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c.
Sesak nafas
Gejala ini ditemukan bila
kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai
seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d.
Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru
termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem
persarafan di pleura terkena.
2.
Gejala sistemik meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering
dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang
timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan
makin pendek.
b.
Gejala sistemik
lain :
Gejala sistemik lain ialah
keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya
gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan
akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul
menyerupai gejala pneumonia.
3.
Gejala Tuberkulosis ekstra Paru
Tergantung pada organ yang
terkena, misalnya : limfedanitis tuberkulosa. Meningitsis tuberkulosa, dan
pleuritis tuberkulosa.
A.
Concept Map Keperawatan
Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin,
atau berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke
tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu
udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke
udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkolosis yang terkandung
dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh
orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkolosis.
Penularan bakteri lewat udara disebut dengan air-borne
infection. Bakteri yang terisap akan melewati pertahanan mukosilier
saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi di mana terjadi
implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan diri (multiplying).
Bakteri tuberkolosis dan fokus ini disebut fokus primer atau lesi primer (fokus
Ghon). Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang bersama dengan
fokus primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang
yang baru terkena infeksi akan menjadi sensitif terhadap tes tuberkulin atau
tes Mantoux.
Berpangkal dari kompleks primer, infeksi
dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui berbagai jalan, yaitu:
1.
Percabangan bronkhus
Dapat mengenai area paru atau melalui
sputum menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring), maupun ke saluran
pencernaan.
2.
Sistem saluran limfe
Menyebabkan adanya regional
limfadenopati atau akhirnya secara tak langsung mengakibatkan penyebaran lewat
darah melalui duktus limfatikus dan menimbulkan tuberkulosis milier.
Aliran
darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi
paru dapat membawa atau mengangkut material yang mengandung bakteri
tuberkulosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai organ melalui aliran
darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan meningen.
Rektifasi
infeksi primer (infeksi pasca-primer)
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka
infeksi primer tidak berkembang lebih jauh dan bakteri tuberkulosis tak dapat
berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman atau tidur. Ketika suatu saat
kondisi inang melemah akibat sakit lama/keras atau memakai obat yang melemahkan
daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberkulosis yang dorman dapat
aktif kembali. Inilah yang disebut reaktifasi infeksi primer atau infeksi
pasca-primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer
terjadi. Selain itu, infeksi pasca-primer juga dapat diakibatkan oleh bakteri
tuberkulosis yang baru masuk ke tubuh (infeksi baru), bukan bakteri dorman yang
aktif kembali. Biasanya organ paru tempat timbulnya infeksi pasca-primer
terutama berada di daerah apeks paru.
Infeksi
Primer
Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri
TB dari penderita yang belum mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB.
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus
dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak
dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru,
saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan
ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan
dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya
respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan
tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada
beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur).
Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman,
akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita
Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi
sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
Tuberkulosis
Pasca Primer (Post Primary TB)
Tuberkulosis pasca primer
biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer,
misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi
yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang
luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
Perjalanan
Alamiah TB yang Tidak Diobati
Tanpa pengobatan, setelah
lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25 % akan sembuh sendiri
dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai kasus kronik yang tetap
menular (WHO 1996).
Pengaruh
Infeksi HIV
Infeksi HIV mengakibatkan
kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular Immunity), sehingga
jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan
akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah horang
terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan meningkat, dengan
demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
A. Farmakologi
Mekanisme kerja obat anti-tuberkulosis (OAT)
:
- Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
- Aktivitas sterilisasi, terhadap the pesisters (bakteri semidormant)
- Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua
fase yaitu,
1. Fase
intensif (2-3 bulan) :
Tujuan tahapan awal adalah membunuh
kuman yang aktif membelah sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat
yang bersifat bakterisidal. Selama fase intensif yang biasanya terdiri dari 4
obat, terjadi pengurangan jumlah kuman disertai perbaikan klinis. Pasien yang
infeksi menjadi noninfeksi dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien dengan
sputum BTA positif akan menjadi negatif dalam waktu 2 bulan. Menurut The Joint Tuberculosis Committee
of the British Thoracic Society, fase
awal diberikan selama 2 bulan yaitu INH 5 mg/kgBB, Rifampisin 10 mg/kgBB,
Pirazinamid 35 mg/kgBB dan Etambutol 15 mg/kgBB.
2. Fase
lanjutan (4-7 bulan).
Selama fase lanjutan diperlukan lebih
sedikit obat, tapi dalam waktu yang lebih panjang. Penggunaan 4 obat selama
fase awal dan 2 obat selama fase lanjutan akan mengurangi resiko terjadinya
resistensi selektif. Menurut The
Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society fase lanjutan selama 4 bulan dengan
INH dan Rifampisin untuk tuberkulosis paru dan ekstra paru. Etambutol dapat
diberikan pada pasien dengan resistensi terhadap INH.
Pada pasien yang pernah diobati ada
resiko terjadinya resistensi. Paduan pengobatan ulang terdiri dari 5 obat untuk
fase awal dan 3 obat untuk fase lanjutan. Selama fase awal sekurang-kurangnya 2
di antara obat yang diberikan haruslah yang masih efektif.
Paduan
obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama
yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid,
Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI, 2004).
Untuk program nasional pemberantasan TB paru,
WHO menganjurkan panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori
didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk itu, penderita
dibagi dalam empat kategori sebagai berikut:
a. Kategori
I (2HRZE/4H3R3)
Kategori I adalah kasus baru dengan sputum
positif dan penderita dengan keadaan yang berat seperti meningitis, TB milier,
perikarditis, peritonitis, pleuritis massif atau bilateral, spondiolitis dengan
gangguan neurologis, dan penderita dengan sputum negatif tetapi kelainan
parunya luas, TB usus, TB saluran perkemihan, dan sebagainya. Selama 2 bulan
minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap
intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali
dalam seminggu ( tahap lanjutan ).
b. Kategori
II ( HRZE/5H3R3E3
)
Kategori
II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif.
diberikan kepada :
diberikan kepada :
1. Penderita
kambuh
2. Penderita
gagal terapi
3.
Penderita dengan pengobatan setelah lalai
minun obat
c.
Kategori III ( 2HRZ/4H3R3 )
Kategori III adalah kasus sputum negatif
tetapi kelainan parunya tidak luas dan kasus TB di luar paru selain yang
disebut dalam kategori I.
d. Kategori
IV
Kategori IV adalah tuberkulosis kronis.
Prioritas pengobatan rendah karena kemungkinan keberhasilan rendah sekali.
Obat-obatan anti
tuberkulostatik
1.
Isoniazid (INH) : merupakan obat yang cukup efektif dan
berharga murah. Seperti rifampisin, INH harus diikutsertakan dalam setiap
regimen pengobatan, kecuali bila ada kontra-indikasi. Efek samping yang sering
terjadi adalah neropati perifer yang biasanya terjadi bila ada faktor-faktor
yang mempermudah seperti diabetes, alkoholisme, gagal ginjal kronik dan
malnutrisi dan HIV. Dalam keadaan ini perlu diberikan peridoksin 10 mg/hari
sebagai profilaksis sejak awal pengobatan. Efek samping lain seperti hepatitis
dan psikosis sangat jarang terjadi.
- Rifampisin : merupakan komponen kunci dalam setiap regimen pengobatan. Sebagaimana halnya INH, rifampisin juga harus selalu diikutkan kecuali bila ada kontra indikasi. Pada dua bulan pertama pengobatan dengan rifampisin, sering terjadi gangguan sementara pada fungsi hati (peningkatan transaminase serum), tetapi biasanya tidak memerlukan penghentian pengobatan. Kadang-kadang terjadi gangguan fungsi hati yang serius yang mengharuskan penggantian obat terutama pada pasien dengan riwayat penyakit hati. Rifampisin menginduksi enzim-enzim hati sehingga mempercepat metabolisme obat lain seperti estrogen, kortikosteroid, fenitoin, sulfonilurea, dan anti-koagulan. Penting : efektivitas kontrasepsi oral akan berkurang sehingga perlu dipilih cara KB yang lain.
- Pyrazinamid : bersifat bakterisid dan hanya aktif terhadap kuman intrasel yang aktif memlah dan mycrobacterium tuberculosis. Efek terapinya nyata pada dua atau tiga bulan pertama saja. Obat ini sangat bermanfaat untuk meningitis TB karena penetrasinya ke dalam cairan otak. Tidak aktif terhadap Mycrobacterium bovis. Toksifitas hati yang serius kadang-kadang terjadi.
- Etambutol : digunakan dalam regimen pengobatan bila diduga ada resistensi. Jika resiko resistensi rendah, obat ini dapat ditinggalkan. Untuk pengobatan yang tidak diawasi, etambutol diberikan dengan dosis 25 mg/kg/hari pada fase awal dan 15 mg/kg/hari pada fase lanjutan (atau 15 mg/kg/hari selama pengobatan). Pada pengobatan intermiten di bawah pengawasan, etambutol diberikan dalam dosis 30 mg/kg 3 kali seminggu atau 45 mg/kg 2 kali seminggu. Efek samping etambutol yang sering terjadi adalah gangguan penglihatan dengan penurunan visual, buta warna dan penyempitan lapangan pandang. Efek toksik ini lebih sering bila dosis berlebihan atau bila ada gangguan fungsi ginjal. Gangguan awal penglihatan bersifat subjektif; bila hal ini terjadi maka etambutol harus segera dihentikan. Bila segera dihentikan, biasanya fungsi penglihatan akan pulih. Pasien yang tidak bisa mengerti perubahan ini sebaiknya tidak diberi etambutol tetapi obat alternative lainnya. Pemberian pada anak-anak harus dihindari sampai usia 6 tahun atau lebih, yaitu disaat mereka bisa melaporkan gangguan penglihatan. Pemeriksaan fungsi mata harus dilakukan sebelum pengobatan.
Tabel Panduan
Pemberian Obat Anti-Tuberkulosis
Obat anti-TB esensial
|
Aksi
|
Potensi
|
Rekomendasi Dosis (mg/kgBB)
|
||
Per hari
|
Per minggu
|
||||
3x
|
2x
|
||||
Isoniazid (INH)
Rifampisin (R)
Pirazinamid (Z)
Streptomisin (S)
Etambutol (E)
|
Bakterisidal
Bakterisidal
Bakterisidal
Bakterisidal
Bakteriostatik
|
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
|
5
10
25
15
15
|
10
10
35
15
30
|
15
10
50
15
45
|
Kombinasi dosis combination ( fixed
dose combination )
- Dosis tiap hari :
o RHZE
: R (150 mg) + H (75 mg) + Z (400 mg) + E (75 mg)
o RHZ
: R (150 mg) + H (75 mg) + Z (450 mg)
o RH
: R (300 mg) + H (150 mg)
R (150 mg) + H (75 mg)
·
EH : H (150 mg) + E (400 mg)
·
RHZ : R (150 mg) + H (150 mg) + Z (500 mg)
·
RH : R (150 mg) + H (150 mg)
- Dosis 3X/ minggu :
A. Pemeriksaan
Diagnostik
1. Pemeriksaan
sputum (S-P-S)
Pemeriksaan sputum penting untuk
dilakukan karena dengan pemeriksaan tersebut akan ditemukan kuman BTA. Di samping
itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang
sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di
lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat sputum,
terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktif Dalam hal ini
dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air
sebanyak + 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan
memberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi
larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat
diperoieh dengan cara bronkos kopi diambil dengan brushing atau bronchial
washing atau BAL (bronchn alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat
dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena
mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya
sesegar mungkin. Bila sputum sudah didapat. kuman BTA pun kadang-kadang sulit
ditemukan. Kuman bant dapat dkcmukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit
ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah ke luar.
Kriteria
sputum BTA positif adalah
bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan
kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mil sputum Hasil pemeriksaan BTA
(basil tahan asam) (+) di bawah mikroskop memerlukan kurang lebih 5000 kuman/ml
sputum, sedangkan untuk mendapatkan kuman (+) pada biakan yang merupakan
diagnosis pasti, dibutuhkan sekitar 50 - 100 kuman/ml sputum. Hasil kultur
memerlukan waktu tidak kurang dan 6 - 8 minggu dengan angka sensitiviti 18-30%.
Rekomendasi WHO skala IUATLD :
a. Tidak
ditemuukan BTA dalam 100 lapang pandangan :negative
b. Ditemukan
1-9 BTA : tulis jumlah kuman
c. Ditemukan
10-99 BTA : 1+
d. Ditemukan
1-10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 2+
e. Ditemukan
> 10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 3+
2. Pemeriksaan
tuberculin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan
pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan dalam
"Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji
tuberkulin adalah lebih dari 90%.
Penderita anak umur kurang dari 1
tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%,
2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut
dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin
kurang spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai
sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi
penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji
tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter daripembengkakan (indurasi) yang terjadi.
3. Pemeriksaan
Rontgen Thoraks
Pada
hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi sebelum
ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik menemukan
kelainan pada paru. Bila pemeriksaan rontgen menemukan suatu kelainan, tidak
ada gambaran khusus mengenai TB paru awal kecuali di lobus bawah dan biasanya
berada di sekitar hilus. Karakteristik kelainan ini terlihat sebagai daerah
bergaris-garis opaque yang ukurannya bervariasi dengan batas lesi yang tidak
jelas. Kriteria yang kabur dan gambar yang kurang jelas ini sering diduga
sebagai pneumonia atau suatu proses edukatif, yang akan tampak lebih jelas
dengan pemberian kontras.
Pemeriksaan rontgen thoraks sangat
berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan ini bergantung pada tipe
keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap obat antituberkulosis,
apakah sama baiknya dengan respons dari klien. Penyembuhan yang lengkap serinng
kali terjadi di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi pada
penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak paling menyolok pada klien dengan
penyakit akut yang relatif di mana prosesnya dianggap berasal dari tingkat
eksudatif yang besar.
4. Pemeriksaan
CT Scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk
menemukan hubungan kasus TB inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya
gambaran garis-garis fibrotik ireguler, pita parenkimal, kalsifikasi nodul dan
adenopati, perubahan kelengkungan beras bronkhovaskuler, bronkhiektasis, dan
emifesema perisikatriksial. Sebagaimana pemeriksaan Rontgen thoraks, penentuan
bahwa kelainan inaktif tidak dapat hanya berdasarkan pada temuan CT scan pada
pemeriksaan tunggal, namun selalu dihubungkan dengan kultur sputum yang negatif
dan pemeriksaan secara serial setiap saat. Pemeriksaan CT scan sangat
bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukan kavasitas dan lebih dapat
diandalkan daripada pemeriksaan Rontgen thoraks biasa.
5. Radiologis
TB Paru Milier
TB paru milier terbagi menjadi dua
tipe, yaitu TB paru milier akut dan TB paru milier subakut (kronis). Penyebaran
milier terjadi setelah infeksi primer. TB milier akut diikuti oleh invasi
pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut yang
berat dan sering disertai akibat yang fatal sebelum penggunaan OAT. Hasil
pemeriksaan rontgen thoraks bergantung pada ukuran dan jumlah tuberkel milier.
Nodul-nodul dapat terlihat pada rontgen akibat tumpang tindih dengan lesi
parenkim sehingga cukup terlihat sebagai nodul-nodul kecil. Pada beberapa klien,
didapat bentuk berupa granul-granul halus atau nodul-nodul yang sangat kecil
yang menyebar secara difus di kedua lapangan paru. Pada saat lesi mulai bersih,
terlihat gambaran nodul-nodul halus yang tak terhitung banyaknya dan
masing-masing berupa garis-garis tajam.
6. Pemeriksaan
Laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit
diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk
membedakan spesies Mycobacterium antara yang satu dengan yang lainnya harus
dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media,
perbedaan kepekaan terhadap OAT dan kemoterapeutik, perbedaan kepekaan tehadap
binatang percobaan, dan percobaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis
antigen Mycobacterium. Pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis TB paru
walaupun kurang sensitif adalah pemeriksaan laju endap darah (LED). Adanya
peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan imunoglobulin terutama IgG dan
IgA.
A. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tuberkulosis antara lain :
1. Pencegahan
Tuberkulosis Paru
a. Pemeriksaan
kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita
tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis, dan
radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto
thorax diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG
vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan
diberikan kemoprofilaksis.
b. Mass
chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok populasi
tertentu misalnya: karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan, penghuni
rumah tahanan, dan siswa-siswi pesantren.
- Vaksinasi BCG
- Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok berikut: bayi di bawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko timbulnya TB milier dan meningitis TB, anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular, individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi positif, penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif jangka panjang, penderita diabetes mellitus.
- Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonsia – PPTI).
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian dengan TB Paru pada klien dewasa,
meliputi :
1.
Identitas
Identitas pada klien yang harus
diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa,
alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
Riwayat Sakit dan
Kesehatan
- Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien
dengan TB paru meminta pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua
golongan, yaitu:
a. Keluhan
respiratoris, meliputi:
1)
Batuk, nonproduktif/ produktif atau sputum bercampur
darah
2)
Batuk darah, seberapa banyak darah yang keluar atau
hanya berupablood streak,
berupa garis, atau bercak-bercak darah
3)
Sesak napas
4)
Nyeri dada
Tabrani Rab (1998) mengklasifikasikan batuk
darah berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan:
1)
Batuk darah masif, darah yang dikeluarkan lebih dari
600 cc/24 jam.
2)
Batuk darah sedang, darah yang dikeluarkan 250-600 cc/24
jam.
3)
Batuk darah ringan. Darah yang dikeluarkan kurang dari
250 cc/24 jam.
b. Keluhan
sistematis, meliputi:
1)
Demam, timbul pada sore atau malam hari mirip demam
influenza, hilang timbul, dan semakin lama semakin panjang serangannya,
sedangkan masa bebas serangan semakin pendek
2)
Keluhan sistemis lain: keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan, dan malaise.
- Riwayat Penyakit Saat Ini
Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat
lebih memudahkan perawat dalam melengkapi pengkajian.
a.
Provoking Incident: apakah ada
peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak napas, apakah sesak napas
berkurang apabila beristirahat?
b.
Quality of Pain: seperti apa rasa sesak
napas yang dirasakan atau digambarkan klien, apakah rasa sesaknya seperti
tercekik atau susah dalam melakukan inspirasi atau kesulitan dalam mencari
posisi yang enak dalam melakukan pernapasan?
c.
Region: di mana rasa berat dalam
melakukan pernapasan?
d.
Severity of Pain: seberapa jauh rasa
sesak yang dirasakan klien?
e.
Time: berapa lama rasa nyeri
berlangsung, kapan, bertambah buruk pada malam hari atau siang hari, apakah
gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga, apakah timbul
gejala secara terus-menerus atau hilang timbul (intermitten), apa yang sedang
dilakukan klien saat gejala timbul, lama timbulnya (durasi), kapan gejala
tersebut pertama kali timbul (onset).
- Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah
dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk
lama pada masa kecil, tuberkulosis dari organ lain, pembesaran getah bening,
dan penyakit lain yang memperberat TB paru seperti diabetes mellitus. Tanyakan
mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang relevan,
obat-obat ini meliputi obat OAT dan antitusif. Catat adanya efek samping yang
terjai di masa lalu. Kaji lebih dalam tentang seberapa jauh penurunan berat
badan (BB) dalam enam bulan terakhir. Penurunan BB pada klien dengan TB paru
berhubungan erat dengan proses penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia dan
mual yang sering disebabkan karena meminum OAT.
- Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi TB paru tidak
diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami
oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi di dalam rumah.
5.
Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi
beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Perawat mengumpulkan data
hasil pemeriksaan awal klien tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini.
Data ini penting untuk menentukan tingkat perlunya pengkajian
psiko-sosio-spiritual yang seksama. Pada kondisi, klien dengan TB paru sering
mengalami kecemasan bertingkat sesuiai dengan keluhan yang dialaminya.
6.
Pemeriksaan Fisik ( ROS :
Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan
TB paru meliputi pemerikasaan fisik umum per system dari observasi keadaan
umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4
(Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone) serta pemeriksaan yang focus pada B2
dengan pemeriksaan menyeluruh system pernapasan.
Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital
Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat
dilakukan secara selintas pandang dengan menilai keadaaan fisik tiap bagian tubuh.
Selain itu, perlu di nilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri
atas compos mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada
klien dengan TB paru biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara
signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak napas, denyut nadi
biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi
pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyulit seperti
hipertensi.
Ø
B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru
merupakan pemeriksaan fokus yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi.
Inspeksi
Bentuk dada dan pergerakan pernapasan.
Sekilas pandang klien dengan TB paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat
adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan
proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari TB paru seperti adanya
efusi pleura yang masif, maka terlihat adanya ketidaksimetrian rongga dada,
pelebar intercostals space (ICS) pada sisi yang sakit. TB paru yang disertai
atelektasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak simetris, yang membuat
penderitanya mengalami penyempitan intercostals space (ICS) pada sisi yang
sakit. Pada klien dengan TB paru minimal dan tanpa komplikasi, biasanya gerakan
pernapasan tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika terdapat
komplikasi yang melibatkan kerusakan luas pada parenkim paru biasanya klien
akan terlihat mengalami sesak napas, peningkatan frekuensi napas, dan menggunakan
otot bantu napas.
Batuk dan sputum. Saat melakukan
pengkajian batuk pada klien dengan TB paru, biasanya didapatkan batuk produktif
yang disertai adanya peningkatan produksi secret dan sekresi sputum yang
purulen. Periksa jumlah produksi sputum, terutama apabila TB paru disertai
adanya brokhiektasis yang membuat klien akan mengalami peningkatan produksi
sputum yang sangat banyak. Perawat perlu mengukur jumlah produksi sputum per
hari sebagai penunjang evaluasi terhadap intervensi keperawatan yang telah
diberikan.
Palpasi
Gerakan dinding thoraks
anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru tanpa komplikasi pada saat dilakukan
palpasi, gerakan dada saat bernapas biasanya normal seimbang antara bagian
kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan
pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas.
Getaran suara (fremitus vokal).
Getaran yang terasa ketika perawat meletakkan tangannya di dada klien saat
klien berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring
arah distal sepanjang pohon bronchial untuk membuat dinding dada dalam gerakan
resonan, teerutama pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi pada
dinding dada disebut taktil fremitus.
Perkusi
Pada klien dengan TB paru
minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan resonan atau sonor pada
seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti
efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sesuai
banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks,
maka didapatkan bunyi hiperresonan terutama jika pneumothoraks ventil yang
mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.
Auskultasi
Pada klien dengan TB paru
didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi
perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana
didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien
berbica disebut sebagai resonan vokal. Klien dengan TB paru yang disertai
komplikasi seperti efusi pleura dan pneumopthoraks akan didapatkan penurunan
resonan vocal pada sisi yang sakit.
Ø
B2 (Blood)
Pada klien dengan TB paru pengkajian yang
didapat meliputi:
Inspeksi
: Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan
fisik.
Palpasi
: Denyut nadi perifer melemah.
Perkusi
: Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru
dengan efusi pleura masif
mendorong ke sisi sehat.
Auskultasi
: Tekanan
darah biasanya normal. Bunyi jantung
tambahan biasanya tidak
didapatkan.
Ø
B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis,
ditemukan adanya sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada
pengkajian objektif, klien tampak dengan meringis, menangis, merintih,
meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya
didapatkan adanya
kengjungtiva anemispada TB paru dengan gangguan fungsi hati.
Ø
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine
berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor
adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Klien
diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau
yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT
terutama fifampisin.
Ø
B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual,
penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.
Ø
B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang
banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan,
kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, jadwal olahraga menjadi tak teratur.
B. Diagnosa
Beberapa diagnosa yang bisa diangkat :
- Bersihan jalan nafas tak efektif, berhubungkan dengan sekret kental / sekret darah, upaya batuk buruk, dapat ditandai dengan:
a.
Frekuensi pernafasan, irama, kedalaman tak normal.
b.
Bunyi nafas tak normal, ( ronchi, mengi ) stridor.
c.
Dispnoe.
- Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret kental, tebal, dan edema bronchial.
- Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivitas ulang ) berhubungan dengan pertahanan primer tak adekuat, penurunan kerja silia / statis sekret, penurunan pertahanan / penekanan proses imflamasi, malnutrisi, kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.
- Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses peradangan ditandai dengan peningkatan suhu tubuh (hypertermi).
- Resiko regimen terapi berhubungan dengan banyaknya kombinasi obat yang harus diminum.
C. Intervensi Keperawatan
1.
Bersihan jalan nafas tak efektif, berhubungkan
dengan sekret kental / sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema
tracheal / faringeal dapat ditandai dengan:
a. Frekuensi
pernafasan, irama, kedalaman tak normal.
b. Bunyi
nafas tak normal, ( ronchi, mengi ) stridor.
c. Dispnoe.
·
Rencana jangka pendek :
a.
Membersihkan nafas pasien.
b.
Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
·
Rencana jangka panjang : Menunjukan perilaku
untuk memperbaiki / mempertahankan bersihan jalan nafas.
Rencana keperawatan:
1. Berikan
pasien posisi semi atau fowler tinggi, bantu pasien untuk latihan nafas dalam.
2. Bersihkan
sekret dari mulut dan trakea ; pengisapan sesuai dengan keperluan.
3. Catat
kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif, catat karakter, jumlah
sputum dan adanya hemoptisis.
4. Kaji
fungsi pernafasan, contoh bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman serta
penggunaan otot aksesori.
Rasionalisasi:
1.
Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya pernafasan, ventilasi meksimal membuka area atelektasis dan
meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.
2.
Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal ( misalnya ;
efek infeksi dan atau tidak adekuat hydrasi ) sputum berdarah
kental atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan ( kapitasi ) paru atau luka
bronkial, dan dapat memerlukan evaluasi / intervensi lanjut.
3.
Mencegah obstruksi / aspirasi, penghisapan dapat
diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
4.
Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis,
ronchi, mengi, menunjukan akumulasi sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan
jalan nafas yang dapat menimbulkan pengguanaan otot aksesori pernafasan dan
peningkatan kerja pernafasan.
2. Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif, atelektasis,
kerusakan membran alveolar kapiler, sekret kental, tebal, dan edema bronchial.
·
Rencana jangka pendek : Menunjukan perbaikan
ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
·
Rencana jangka panjang : Bebas dari gejala
distres pernafasan.
Rencana tindakan:
a. Tingkatkan
tirah baring / batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai
dengan keperluan.
b. Tunjukan
/ dorong bernafas bibir selama ekhalasi, khususnya untuk pasien dengan fibrosis
atau kerusakan parenkhim.
c. Kaji
diespnoe, tachipnoe, tak normal / menurunnya bunyi nafas, peningkatan
upaya pernapasan, terbatasnya ekspansi dinding dada &
kelemahan.
d. Evaluasi
perubahan pada tingkat kesadaran, catat sianosis dan / atau perubahan pada
warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku.
Rasionalisasi:
a. Menurunkan
konsumsi O2 / kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan
beratnya gejala.
b. Membuat
tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps / penyempitan jalan nafas,
sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan / menurunkan
nafas pendek.
c. TB
paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil bronchopneomonia sampai
inflamasi difus luas, necrosis, effusi pleural dan fibrosis luas, efek
pernafasan dapat dari ringan sampai diespnoe berat sampai diestres pernafasan.
d. Akumulasi
sekret / pengaruh jalan nafas dapat mengganggu oksigenisasi organ vital dan
jaringan.
3. Resiko
tinggi infeksi ( penyebaran / aktivitas ulang ) berhubungan dengan
pertahanan primer tak adekuat, penurunan kerja silia / statis sekret, penurunan pertahanan / penekanan proses imflamasi,
malnutrisi, kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.
·
Tujuan jangka pendek : Mengidentifikasi
intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko penyebaran infeksi.
·
Tujuan jangka panjang : Menunjukan tehnik /
melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Rencana tindakan:
a. Anjurkan
pasien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tissue &
menghindari meludah di tempat umum serta tehnik mencuci tangan yang
tepat.
b. Kaji
patologi / penyakit ( aktif / tak aktif diseminasi infeksi melalui bronchus
untuk membatasi jaringan atau melalui aliran darah / sistem limfatik ) dan
potensial penyebaran melalui droplet udara selama batuk, bersin,
meludah,bicara, dll.
c. Identifikasi
orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, anggota, sahabat karib / teman.
Rasionalisasi:
a. Perilaku
yng diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi dapat membantu menurunkan rasa
terisolir pasien & membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit
menular.
b. Membantu
pasien menyadari / menerima perlunya mematuhi program pengobatan untuk mencegah
pengaktifan berulang / komplikasi. pemahaman begaiman penyakit disebarkan &
kesadaran kemungkinan tranmisi membantu pasien / orang terdekat mengambil
langkah untuk mencegah infeksi ke orang lain.
c. Orang
– orang yang terpajan ini perlu program therapy obat untuk mencegah penyebaran
infeksi.
4. Gangguan
rasa nyaman berhubungan dengan proses peradangan ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh (hypertermi).
·
Tujuan jangka
pendek : Mengidentifikasi intervensi untuk menurunkan
suhu tubuh.
·
Tujuan jangka panjang : Meminimalisir proses
peradangan untuk meningkatkan kenyamanan.
Rencana Tindakan :
1. Mempertahankan
keseimbangan cairan dalam tubuh dengan pemasangan infus
2. Monitoring
perubahan suhu tubuh
3. Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian antibiotik guna mengurangi proses peradangan
(inflamasi)
4. Anjurkan
pada pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang optimal sehingga metabolisme
dalam tubuh dapat berjalan lancar
Rasionalisasi :
1. Cairan
dalam tubuh sangat penting guna menjaga homeostasis (keseimbangan) tubuh.
Apabila suhu tubuh meningkat maka tubuh akan kehilangan cairan lebih banyak.
2. Suhu
tubuh harus dipantau secara efektif guna mengetahui perkembangan dan kemajuan
dari pasien.
3. Antibiotik
berperan penting dalam mengatasi proses peradangan (inflamasi)
4. Jika
metabolisme dalam tubuh berjalan sempurna maka tingkat kekebalan/ sistem imun
bisa melawan semua benda asing (antigen) yang masuk.
5. Resiko
regimen terapi berhubungan dengan banyaknya kombinasi obat yang harus diminum
·
Tujuan jangka
pendek : memperbaiki gejala, mengurangi
resiko infeksi.
·
Tujuan jangka
panjang : terapi regimen obat
Rencana tindakan :
a. Kolaborasi
dengan dokter tentang pemberian kombinasi obat.
b. Kaji
dari efek penggunaan regimen terapi.
c. Berikan
penyuluhan dan pendidikan kesehatan tentang ketidakteraturan berobat akan
menyebabkan resistensi.
Rasionalisasi :
a. Pengobatan
terhadap penyakit TBC memerlukan kombinasi berbagai obat (obat
antituberkulosis/ OAT) yang diberikan selama 6 bulan atau lebih untuk dinyatakan
sembuh.
b. Efek
dari penggunaan regimen terapi dapat menyebabkan berbagai komplikasi.
c.
Kombinasi obat yang telah diberikan
telah disesuaikan dengan fase TB paru. Sehingga ketidakteraturan akan
menyebabkan resiko resistensi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
TB paru dapat terjadi dengan peristiwa
sebagai berikut:
Ketika seorang klien TB
paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah droplet
nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar
matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap. Menguapnya
droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri
tuberkolosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila
bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena
infeksi bakteri tuberkolosis.
B. Saran
- Hendaknya mewaspadai terhadap droplet yang dikeluarkan oleh klien dengan TB paru karena merupakan media penularan bakteri tuberkulosis
- Memeriksakan dengan segera apabila terjadi tanda-tanda dan gejala adanya TB paru.
- Sebagai perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan pada penderita TB Paru.
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, Aruw. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilid 2 Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Soeparman dan sarwono Waspadji. 1990.
Ilmu Penyakit Dalam jilid 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
http://www.rajawana.com/artikel/kesehatan/264-tuberculosis-paru-tb-paru.html
diakses pada tanggal 16 November 2010
1xbet korean bitcoin gambling site for sports betting
BalasHapus1xbet is a sports betting site that 1xbet has been operating kadangpintar since 2018. Since its launch in 2018, it is worrione a trusted and trusted gaming site.